Pengertian
Takdir dan Sunatullah
Kata Takdir terambil dari kata Qaddara berasal
dari akar kata “qadara” yang antara lain berarti; mengukur, memberi kadar atau
ukuran, sehingga jika anda berkata “Allah telah menakdirkan demikian”, maka itu
berarti, “Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,
atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.
Kata qadar melahirkan
kata qaddara yang keduanya mempunyaimakna di satu sisi
adalah makna yang sama dan disisi lain makna yang berbeda, namun makna tersebut
saling terkait dan melengkapi.
Kata qadar yang
berbentuk isim mashdar menunjukkan sebuah makna konteks yang
kandungan artinya adalah aturan-aturan atau hukum. Allah Swt, berfirman: قد جعل لكل شيئ قدر (Allah telah menjadikan kepada setiap
sesuatu aturan).
Kata qadar dan takdir di atas
telah dimaknakan qadar, ukuran, batas,. Apabila qadar yang
telah ditetapkan berani melampaui batas, ukuran dan qadar yang
telah ditetapkan oleh Allah, maka akan mendapatkan tambahan dan sanksi dari
Allah yang juga merupakan takdir Allah Swt.
Kata takdir yang akar katanya kaddara
menunjukkan sebuah makna konteks yang kandungan maknanya menetapkan dan
menentukan. Allah Swt, misalnya menyatakan dalam QS. Yunus 10 : 5 ;
Terjemahnya :
Dia yang menjadikan matahari bercahaya dan
bulan bersinar lalu Dia menetapkannya manazil-manazil …..
Kata قدير
dalam al-Qur’an berulang sebanyak 45 kali. Hal ini menunjukkan sebuah arti yang
sangat dalam, yakni Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sementara kata قدر
berulang sebanyak 11 kali dan kata مقدار
berulang sebanyak 3 kali, yang kedua kata tersebut mengartikan ukuran. Jika
kata di atas diurut maka yang didahulukan dari urutan tersebut adalah kata قدر، تقدير، قدير dan قدر/مقدار
maksudnya adalah Allah kuasa menetapkan/menentukan memberi qadar tertentu
bagi aturan dan ukuran, batas-batas kepada makhlukNya.
Pengertian Sunnatullah
Sunnatullah dapat berarti sebagai hukum-hukum
Allah, Undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub di
dalam Alqur’an, dan hukum kejadian alam yang berjalan secara tetap dan
otomatis. Dalam pengertian inilah sehingga fenomena-fenomena alam yang terjadi
pada dasarnya adalah sunnatullah, agar alam semesta ini tetap stabil. Gempa
bumi , letusan gunung merapi dan lain-lain. Hanya saja mungkin pada saat itu
Allah benar-benar turun tangan agar mausia tidak sombong dan lalai. Contoh pada
kasus kejadian di Aceh, mungkin yang terjadi pada saat itu bukan hanya
semata-mata fenomena alam biasa, akan tetapi mungkin Allah memberikan teguran
secara langsung. Dalam kehidupan di dunia ini tidak bisa lepas dari
aturan-aturan (ketentuan) tersebut. Bagaimanapun upaya dan jalan yang akan
dilalui, tidak bertindak semena-mena dan sesuai keinginan kita, karena hal itu
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan. Namun terkadang dalam
beberapa hal, Allah benar-benar mengambil alih dan menyentil kehidupan
kita dengan caranya yang tidak diketahui. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam raya ini, dan sisi kejadiaannya dalam kadar atau ukuran tertentu, pada
tempat dan waktu tertentu, itulah yang disebut takdir. Tidak ada sesuatu yang
terjadi tampa takdir, termasuk menusia. Peristiwa-peristiwa tersebut berada
dalam pengetahuan dan ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama
dapat disimpulkan dalam istilah sunnatullah, atau yang sering secara salah
kaprah disebut hukum-hukum alam.
Dalam konteks inilah dapat dimaknai bahwa
Sunnatullah pada satu sisi mengandung pengertian sama dengan takdir yaitu suatu
ketentuan dan ketetapan Allah Swt. Namun Penulis tidak sepenuhnya cenderung mempersamakan
Sunnatullah dengan takdir. Karena Sunnatullah yang digunakan oleh Alqur’an
adalah untuk hukum-hukum kemasyarakatan dan hukum-hukum alam. Dalam Alqur’an
„Sunnatullah“ terulang sebanyak 8 (delapan) kali, „sunnatina“ sekali, „Sunnatul
Awwalin“, terualng tiga kali, kesemuanya mengacu kepada hukum-hukum Tuhan yang
berlaku pada masyarakat. Lihat Mislanya dalam Alqur’an Surat Al-Ahzab ayat 38
dan 62,
Terjemahannya :
Allah telah menetapkan yang demikian sebagai
sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah
itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,
Terjemahnya :
Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas
orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan
mendapati perubahan pada sunnah Allah.
atau Surat Fathir ayat 43,
Terjemahnya :
Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu.
dan ghafir ayat 40 dan 85.
Terjemahnya :
Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap
hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.
Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai
dengan ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini misalnya, tidak
dapat terbang. Ini merupakan salah satu ukuran atau batas kemampuan yang
dianugerahkan Allah kepadany. Ia tidak mampu melampuinya kecuali jika ia
menggunakan akalnya untuk menciptakan satu alat, namun akalnya pun mempunyai
ukuran yang tidak mampu melampaui. Disisi lain manusia berada dibawah
hukum-hukum Allah sehingga segala yang dilakukan pun tidak terlepas dari
hukum-hukum yang telah mempunyai kadar dan ukuran tertentu. Hanya saja karena
hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan memilih tidak
sebagaimana matahari dan bulan misalnya, maka kita dapat memilih yang mana di
antara takdir yang ditetapkan Tuhan terhadap alam yang kita pilih. Api
ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angina dapat menimbulkan kesejukan atau
dingin, itu takdir atau sunnatullah, manusia boleh memilih api yang membakar
atau angina yang sejuk. Disinilah pentingnya pengetahuan dan perlunya ilham ayau
petunjuk Ilahi.[1]
Konsep
Takdir
Islam
mengenal takdir dengan sebutan qadha dan qadar. Sebagian ulama menafsirkan
qadha sebagai hubungan sebab akibat dan qadar sebagai ketentuan Allah sejak
zaman ajali. Jadi secara singkat qadha adalah pelaksanaan dalam tataran
operasional yang dipilih oleh manusia untuk selanjutnya menemui qadarnya dan
akhirnya menentukan nilai dari amal perbuatannya.
Takdir
adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir kita
sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah
dijadikan sebagai kewajiban. ”Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar
hasil Allah yang menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing
lagi di telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk
selanjutnya menemui qadarnya. Dan ada 3 hal yang sering-sering disebut sebagai
takdir, yaitu jodoh, rizky, dan kematian.
Taqdir itu
memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
a. Al-`Ilmu,
bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik
secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa
yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail
maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah :
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ
يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ
مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ
رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya , dan tidak jatuh
sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang
kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata "(QS. Al-an`am 59)
b. Al-Kitabah,
Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana firman-Nya :
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ
يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Apakah
kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab .
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”.(QS. Al-Hajj : 70)
c. Al-Masyiah (kehendak),
Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit maupun
di bumi melainkan terjadi dengan iradat / masyiah (kehendak /keinginan) Allah
SWT. Maka tidak ada dalam kekuasaannya yang tidak diinginkannya selamanya. Baik
yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan
oleh makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ
شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" maka terjadilah ia. (QS. Yasin: 82)
d. Al-Khalqu,
Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai
penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya
dijelaskan :
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ
“Sesunguhnya
Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan keta'atan kepada-Nya”. (QS. Az-Zumar : 2)[2]
Perbedaan
Takdir
Takdir bisa dibedakan menjadi dua :
1. Takdir dalam ilmu Allah yang
azali.Allah SWT telah mengetahui sesuatu yang akan terjadi di dunia dan di
akhirat. Tiada satupun yang tersembunyi bagi Allah, sekalipun hal itu belum
terjadi. Semuanya sudah di ketahui Allah AWT sejak zaman azali. Tidak lain dan
tidak bukan karena Allah lah yang menentukan semua itu. Inilah yang dimaksud
takdir dalam ilmu Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah : ….Dan dia maha
mengetahui segala sesuatu. (Qs Al-Baqoroh : 29)
Para ahli tauhid, salaf maupun khalaf,
dari kalangan Ahlusunannah Waljamaah bersepakat (ijma’) bahwa barang siapa
mengingkari atau tidak mengikuti ilmu Allah berarti kafir. Takdir dalam ilmu
Allah tersebut tidak akan berubah dan tidak bisa di rubah oleh siapapun,
sehingga di sebut juga Qodho Mubran atau takdir yang pasti.
2. Takdir yang tertulis di Lauhul
Mahfudz.
Seperti di terangkan oleh ibnu Abbas
ra, Allah SWT menciptakan qalam (pena). Kemudian Allah berfirman padanya
(pena), “Tulislah !” maka, pena itu menuliskan sesuatuyang akan terjadi sampai
hari kiamat di lauhul mahfudz (papan tulis yang terpelihara). Takdir yang
tertulis di lauhul mahfudz masih bisa berubah karena takdir yang tertulis
disitu ada yang sudah menjadi keputusan final dan ada yang belum. Yang belum
menjadi keputusan final dinamakan mu’allaq. Sehubungan hal itu Allah SWT
berfirman : Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa
pula Dia kehendaki), (Qs. Ar-Ra’ad : 39)
Adapun takdir yang tertulis di lauhul
mahfudz hanya bisa berubah lantaran dua sebab, yaitu :
a) Doa Nabi Muhammad SAW bersabda :
Artinya :Tidak ada yang bisa menolak
takdir selain berdoa, dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur kecuali
berbuat kebaikan. (HR. Turmudzi).
Sehingga, dengan berdoa kepada Allah,
insya Allah takdir bisa berubah. Misalnya, jika kita berbuat kebaikan maka kita
akan diperpanjang. b) Berbuat kebaikan Salah satu bentuk berbuat baik
ialah silaturahmi. Dengan itu pun bisa merubah takdir. Rasulullah SAW
bersabda :
Artinya : Barang siapa yang menyayangi
banyak rizki dan berumur panjang hendaknya memperbanyak hubungan silaturahmi.
(HR. Bukhori dan Muslim).
Hadits tersebut tidak bertentangan
dengan ayat yang tercantum di dalam surat An-Nahl : 61, yang mengatakan bahwa
datangnya kematian seseorang tidak akan mundur dan maju barang sedikitpun.
Sebab, ajal dalam ayat itu maksudnya ajal akan ditakdirkan dalam ilmu Allah
yang tidak mungkin menerima perubahan. Sedangkan yang dimaksud dalam hadits
diatas adalah yang tertulis si lauhul mahfudz, yang di ketahui malaikat dan
masih mungkin berubah, demikian menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Konsep Takdir Dalam Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia
Konsep takdir dalam hal ini dapat di
lakukan dengan cara ikhtiar (Indeterminisme) Di dunia, manusia diwajibkan
berikhtiar dan berusaha untuk mencapai segala sesuatu yang dicita-citakan demi
kebahagiaan dunia dan akhirat. Meskipun kita telah beriman dan mempercayai
benar-benar bahwa semua ketentuan datangnya dari Allah SWT, agar lepas dari
ketentuan jelek dan buruk, serta berjuang hanya mendapatkan ketentuan baik
saja.
Dengan demikian, setiap mukmin wajib
bekerja keras agar tidak jatuh miskin, giat belajar, agar berilmu dan bermanfaat
bagi masyarakat, memelihara kesehatan dan sebagainya. Sebab kita tidak
mengetahui takdir yang mana yang kita perlukan, sehingga setiap mukmin tidak di
benarkan berdiam diri dan pasrah kepada takdir Allah, tetapi harus berjuang
mencari kemaslahatan dunia dan akhirat, serta berusaha menghindari
perbuatanmungkar dan maksiat. “Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum,
hingga mereka itu mengubah keadaan dirinya” Jadi, sudah jelas bahwa kita
menginginkan sesuatu hendaknya kita berikhtiar, karena melihat firman diatas
bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan dirinya dengan cara berikhtiar kepada
Allah SWT, dan mengoptimalkan usaha kita dan keridhaan ilahi.[3]
Pengaruh Takdir Dalam Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia
Pengaruhnya antara lain sebagai berikut :
1) Takdir merupakan salah satu sebab
yang membuat seseorang menjadi bersemangat dalam beramal dan berusaha untuk
mencapai keridhaan Allah dalam hidup ini.
2) Manusia akan mengetahui kemampuan
dirinya sehingga ia tidak sombong, bangga atau tinggi hati.
3) Bisa menumbuhkan keberanian hati
untuk menghadapi berbagai tantangan serta menguatkan keinginan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad,Teungku,
Ash-Shiddieqy.2009.Sejarah dan Pengantar Ilmu
Tauhid.Semarang:Pustaka Rizki Putra.
Muhdahlan.2010.Takdir
dan sunnatullah”. Di akses dalam
April 2012.
M Quraish
Shihab.2010.”Konsep takdir”. Di akses dalam
http://konseptakdir.blogspot.com/ .,Kamis 19 April 2012.
M Quraish
Shiha.2010.”Konsep Takdir Dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia”. Di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar